
Suarapemilih.com, JAKARTA – Senin (9/11/15) Alamas Sjafrina peneliti ICW mengatakan, saat penyelenggaraan pemilu potensi timbulnya kecurangan akan selalu terjadi,khususnya terkait politik uang. Ini terjadi karena regulasi pilkada hanya satu putaran yang menyebabkan setiap calon menghallkan berbagai cara untuk memenangkan pilkada, termasuk melalui dana bansos dan hibah yang melunjak. Sampai berita ini di turunkan, banyak dana bansos dan hibah yang naik menjelang pilkada adalah daerah yang mencalonkan kepala daerah yang merupakan petaha.
Regulasi pilkada hanya satu putaran inilah yang menyebabkan gencarnya politik uang di pilkada kali ini. Terlebih, dengan modal besar yang di miliki oleh pasangan calon peserta pilkada. Potensi politik uang bisa di ukur dari dana Bansos yang meningkat jelang pilkada. Ini terlihat jelas pada daerah yang memiliki calon petahana dalam pilkada. Peran dan partisipasi masyarakat besar sangat di butuhkan untuk mengontrol dan memantau potensi kecurangan tersebut.
“pilih yang jujur bukan politik uang. Jadi,masyarakat tidak sekedar nonton kampanye,atau menyoblos.Masyarakat punya posisi penting untuk menjaga kualitas pilkada.” Ujar Alamas
Bawaslu sangat di harapkan bisa memanfaatkan system pelaporan pelanggaran pilkada yang telah di buat oleh Koalisi Kawal Pilkada dan Bawaslu melakukan pengawalan extra.An